Sabtu, 11 Mei 2013

PEREKONOMIAN INDONESIA (TULISAN Ke-4)



PEREKONOMIAN INDONESIA




NAMA      : RESTI JENITA
KELAS      : 1EB21
NPM        : 26212147
TULISAN  : Ke-4
JUDUL     : Periodesasi Sastra Indonesia

 


Periodesasi Sastra Indonesia
Karya Resti Jenita

 

 


  • Perkembangan Sastra di Indonesia



Ketika kita membahas masalah perkembangan sastra Indonesia, bayangan kita seringkali tertuju pada angkatan-angkatan sastra Indonesia, seperti angkatan 1920-an atau disebut juga angkatan Balai Pustaka; angkatan 1933, yang disebut juga angkatan Pujangga Baru; angkatan 1945 yang disebut angkatan Pendobrak, dan angkatan 1966 atau disebut juga angkatan Orde Lama.
Angkatan 1920-an identik dengan novel Marah Rusli berjudul Siti Nurbaya; angkatan 1933 dengan tokoh sastrawannya Sutan Takdir Alisahbana (dalam bidang prosa) dan Amir Hamzah (bidang puisi). Angkatan 1945 dengan tokoh centralnya, Chairil Anwar dengan puisi-puisinya yang sangat monumental berjudul Aku. Angkatan 1966 dengan tokoh centralnya Dr. Taufik Ismail dengan kumpulan puisinya berjudul Tirani dan Benteng.
Pembagian angkatan seperti itu dikemukakan oleh Hans Bague Jassin (H.B. Jassin), seorang ahli sastra Indonesia yang sering disebut-sebut sebagai Paus Sastra Indonesia. Tentu boleh-boleh saja kita setuju dengan pembagian seperti itu, apalagi memang kepakaran H.B. Jassin dalam mengapresiasi sastra Indonesia cukup mumpuni. Tetapi yang lebih penting kita ketahui adalah bahwa sastra Indonesia dari masa ke masa mengalami perkembangan.
Menarik untuk diperhatikan bahwa perkembangan sastra Indonesia berbanding lurus dengan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan formal, dimulai tahun 1900-an, yaitu ketika penjajah Belanda membolehkan bangsa boemi poetra (sebutan untuk orang Indonesia oleh Belanda) memasuki pendidikan formal. Tentu saja pendidikan formal saat itu adalah milik penjajah Belanda.
Karena genre sastra terdiri dari tiga bentuk (yaitu puisi, prosa, dan drama), maka ada baiknya kita menganalisis perkembangan genre sastra ini dari tiga bentuk itu. Dengan demikian, dalam pembelajaran ini Anda akan menganalisis perkembangan puisi, prosa, dan drama dalam lingkup sastra Indonesia.

 

  • Perkembangan Puisi


Dilihat dari segi kewaktuan, puisi Indonesia dibedakan menjadi puisi lama dan puisi modern. Puisi lama Indonesia umumnya berbentuk pantun atau syair. Dan bersifat anonim karena tidak disebutkan siapa pengarangnya. Puisi lama menjadi milik masyarakat.
Puisi modern, atau puisi baru, berkembang sejak bangsa Indonesia mengenal pendidikan formal. Maka puisi modern Indonesia mulai muncul tahun 1920-an karena pada tahun itulah bangsa terdidik Indonesia mulai muncul. Sejak itu puisi baru Indonesia terus berkembang. Sejarah perpuisian Indonesia mencatat beberapa penyair berikut :




I.  Angkatan Balai Pustaka-Angkatan ‘66

Angkatan
Balai Pustaka
Pujangga Baru
‘45
‘66
1.   Muhammad Yamin
2.   Roestam Effendi
3.   Sanusi Pane
1.   Amir Hamzah
2.   J.E. Tatengke
3.   Sutan Takdir Alisjahbaa
1.   Chairil Anwar
2.   Sitor Situmorag
3.   Asrul Sani
4.   Harijadi S. Hartowarijo
1.   Rendra
2.   Ramadhan K.H.
3.   Toto Sudarto bachtiar
4.   Sapardi Djoko Damono
5.   Subagio Sastrowardojo
6.   Ajip Rosidi
7.   Kirdjomulyo
8.   Taufik Ismail
9.   Goenawan Mohamad
10. Masur Samin
11. Hartijo Andangdjaja
12. Piek Ardijanto Suprijadi
13. Slamet Sukirnanto
14. Toeti Heraty
15. Abdul Hadi W.M.
16. Darmanto Jatman


II.      Angkatan ’70-an sampai sekarang

Angkatan
’70-an
’90-an
‘2000-an
1.   Sutardji Calzoum Bachri
2.   Yudhistira Ardinugraha
3.   Linus Suryadi A.G.
4.   Leon Agusta
5.   Hamid Jabar
6.   Eka Budijanta
7.   F. Rahardi
8.   Emha Ainun Nadjib
9.   Djawawi Imron
1.   Sides Sudyarto D.S.
2.   Rahim Qahhar
3.   Arwan Tuti Arta
4.   Gunoto saparie
5.   Rusli Marzuki Saria
6.   Husni Jamaluddin
7.   Ibrahim Sattah
8.   Agus Sarjono
9.   Cecep Syamsul Hari
10. Soni Farid Maulana
11. Acep Zam-zam Nur
12.  Joko Pinurbo
13.  dll
1. Nenden Lilis Aisyah
2. Mohamad Wan Anwar
3. Jamal D. Rahman
4. dll.

Karya-karyanya :

  • Muhammad Yamin
Lahir di Sawah Lunto 23 Agustus 1903

Bahasa, Bangsa

Selagi kecil berusia muda,
Tidur si anak di pangkuan bunda,
Ibu bernyanyi, lagu dan dendang
Memuji si anak banyaknya sedang;
Buai sayang malam dan siang,
Buian tergantung di tanah moyang.
Terlahir bangsa berbahasa sendiri
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah melayu
Perasaan serikat menjadi padu
Dalam bahasanya permai merdu
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya
Bernafas kita pemanjangklan nyawa
Dalam bahasa sambungan jiwa
Di mana Sumatra, di situ bangsa
Di mana Perca di sana bahasa
Andalasku sayang, jana bejana
Sejakkan kecil muda teruma
Sampai mati berkalang tanag
Lupa ke bahasa tiadakan pernah
Ingat pemuda, Sumatra hilang
Tiada bahasa, bangsa pun hilang

  • Amir Hamzah
Disebut-sebut sebagai Raja Penyair Pujangga Baru,

Padamu Jua

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kemvbali aku padaMu
Seperti dahulu
Engkaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila saar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
Kasihku sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu-bukan diliranku
Mati hari bukan kawanku

  • Chairil Anwar

Aku

Kalau sampai waktuku
Kumau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943

  • Willibrordus Surendra (W.S. Rendra)

Episode

Kami duduk berdua
Di bangku halaman rumahnya.
Pohon jambu di halaman iti
Berbuah dengan lebatnya
Dan kami senang memandangnya.
Angin yang lewat
Memainkan daun yang berguguran.
Tiba-tiba ia berkata:
“Mengapa kancingbajumu lepas terbuka?”
Aku hanya tertawa.
Lalu ia sematkan dengan mesra
Sebuah peniti menutup bajuku.
Sementara itu
Aku bersihkan guguran bunga jambu
Yang mengotori rambutnya

  • Taufiq Ismail

Dengan Puisi, Aku

Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa, Perkenankanlah kiranya.

  • Sutardji Calzoum Bachri

Tapi

Aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
Aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
Aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang Cuma
Aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
Aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
Aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
Aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
Tanpa apa aku datang padamu
wah!

  • Acep Zamzam Noor

Cipasung

Di lengkung alis matamu sawah-sawah menguning
Seperti rambutku padi-padi semankin merundukkan diri
Dengan ketam kupanen terus kesabaran hatimu
Canghkulku iman dan sajadahku lupur yang kental
Langit yang menguji ibadahku meteskan cahaya redup
Dan surauku terbakar kesunyian yang menyalakan rindu
Aku semakin mendekat pada kepunahan yang disimpan bumi
Pada lahan-lahan kepedihan masih kutanam bijian hari
Bagi pagar-pagar bamboo yang dibangun keimananku
Mendekatlah padaku dan dengarkan kasidah ikan-ikan
Kini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianmu
Hari esok adalah perjalananku sebagai petani
Membuka ladang-ladang amal dalam belantara yang pekat
Pahamilah jalan ketiadaan yang semakin ada ini
Dunia telah lama kutimbang dan berulang kuhancurkan
Tanpa ketam masih ingin kupanen kesabaanmu yang lain
Atas sajadah Lumpur aku terseungkur dan berkubur

  • Nenden Lilis Aisyah

Negeri Sihir

Angin surut dan cahaya beringsut
Waktu seakan turun menemui kegaiban
Kerisik senyap, segala sunyi
Bertabuh di kegelapan
Negeri tempatku hidup telah jadi mimpi
Alangkah jauh, bagai bayang-bayang
Aku entah berjejak di mana
Tak juga pergi bersama suara-suara
Inilah ketiadaan, ruang kekal kekosongan
Tempat segalanya menghilang