Rabu, 04 Juni 2014

TULISAN SOFTSKILL JUNI 2014 (Keinginan Setelah Lulus Kuliah)



ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI





NAMA           : RESTI JENITA
KELAS          : 2EB23
NPM               : 26212147
TULISAN      : Keinginan Setelah Lulus Kuliah


UNIVERSITAS GUNADARMA
2014




Keinginan Setelah Lulus Kuliah

Nama saya Resti Jenita, saya Kuliah di Universitas Gunadarma Jurusan S1-Akuntansi. Ini tulisan saya yang kedua kalinya dalam tugas softskill di Semester 4 ini ..

Kegiatan saya selama ini selain kuliah, saya juga mempunyai aktifitas berjualan online shop .. Kegiatan saya ini hitung-hitung bisa nambahin uang saku saya ..

Dan kegiatan saya ini insya allah akan saya seriusin saat saya lulus kuliah nanti ..

Target saya setelah lulus kuliah ini, saya bisa bekerja di sebuah perusahaan dan saya juga mempunyai bisnis sendiri buka toko untuk produk wanita ..

Target saya ingin mempunyai toko sendiri dan membuka toko agar saya bisa memperkerjakan seseorang seperti ayah saya .. Saya ingin mengikuti jejaknya yang selalu memberikan kesempatan pada siapapun dalam meraih kesuksesan seseorang itu ..

Saya ingin sukses di masa muda ini .. Bisa membantu keluarga saya terutama orangtua saya dan adik-adik saya .. Amiin ..

Penyelesaian Sengketa Ekonomi (BAB 14)



ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI






NAMA           : RESTI JENITA
KELAS          : 2EB23
NPM              : 26212147
TUGAS          : Penyelesaian Sengketa Ekonomi (BAB 14)



UNIVERSITAS GUNADARMA
2014




KATA PENGANTAR


            Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang MahaEsa karena atas karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

            Makalah ini berjudul “Penyelesaian Sengketa Ekonomi“. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi. Disamping itu penulis juga berharap makalah ini mampu memberikan kontribusi dalam menunjang pengetahuan para mahasiswa/i.

            Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Satryo Supono selaku Dosen mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang mendorong sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.



Penulis,




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda. Dalam Case Concerning East Timor (Portugal vs Australia), Mahkamah Internasional (ICJ) menetapkan 4 kriteria sengketa yaitu:


  1. Didasarkan pada kriteria-kriteria objektif. Maksudnya adalah dengan melihat fakta-fakta yang ada. Contoh: Kasus penyerbuan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak
  2. Tidak didasarkan pada argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran case). Dalam kasus ini Mahkamah Internasional dalam mengambil putusan tidak hanya berdasarkan argumentasi dari Amerika Serikat, tetapi juga Iran.
  3. Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau fakta oleh salah satu pihak tentang adanya sengketa tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa tidak ada sengketa. Contoh: Case Concerning the Nothern Cameroons 1967 (Cameroons vs. United Kingdom). Dalam kasus ini Inggris menyatakan bahwa tidak ada sengketa antara Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB. Dari kasus antara Inggris dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para pihak yang bersengketa yang memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus diselesaikan/diputuskan oleh pihak ketiga.
  4. Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang bersengketa.Contoh: Case Concerning the Applicability of the Obligation to Arbitrate under section 21 of the United Nations Headquarters agreement of 26 June 1947.


Berbagai metode penyelesaian sengketa telah berkembang sesuai dengan tuntutan jaman. Metode penyelesaian sengketa dengan kekerasan, misalnya perang, invasi, dan lainnya, telah menjadi solusi bagi negara sebagai aktor utama dalam hukum internasional klasik. Cara-cara kekerasan yang digunakan tersebut akhirnya direkomendasikan untuk tidak digunakan lagi semenjak lahirnya The Hague Peace Conference pada tahun 1899 dan 1907, yang kemudian menghasilkan Convention on the Pacific Settlement of International Disputes 1907.
Namun karena sifatnya yang rekomendatif dan tidak mengikat, konvensi tersebut tidak mempunyai kekuatan memaksa untuk melarang negara-negara melakukan kekerasan sebagai metode penyelesaian sengketa.
Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa.
Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik.
Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.


B.  Tujuan Penulisan

Tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini selain sebagai tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi Strata 1, Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Kalimalang, Jurusan Akuntansi sbb :

1.    Untuk mengetahui Pengertian Sengketa
2.    Untuk mengetahui Cara-cara Penyelesaian Sengketa
3.    Untuk mengetahui Negosiasi
4.    Untuk mengetahui Mediasi
5.    Untuk mengetahui Arbitrase
6.    Untuk mengetahui Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi




BAB II
PEMBAHASAN

1.    Pengertian Sengketa

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Senada dengan itu Winardi mengemukakan : Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain. (2007: 1)
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat : Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. (2003: 14)
Senada dengan hal tersebut diatas Edi Prajoto mengatakan Bahwa :
Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua orang atau lebih yang sama mempunyai kepentingan atas status hak objek tanah antara satu atau beberapa objek tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum tertentu bagi para pihak. (2006:21)

2.    Cara-cara Penyelesaian Sengketa

A.  NEGOSIASI dan ADR
Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak.

B.  ARBITRASE
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.

C.  PENGADILAN
Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.

3.    Negosiasi

Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak – pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu

4.    Mediasi

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.


5.    Arbitrase

Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk memberikan putusan.

6.    Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

1.   Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.

2.   Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan.
Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.

3.   Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai “litigasi swasta” Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah “klausula arbitrase” di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau “Perjanjian Arbitrase” dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase.


Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain :

  1. Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa.
  2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat.
  3. Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak.


Sedangkan kelemahannya antara lain :

  1. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
  2. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
  3. Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)




BAB III
PENUTUP

Demikianlah makalah tentang Penyelesaian Sengketa Ekonomi ini saya buat dengan sebaik-baiknya. Saya berharap mahasiswa/i dapat mengerti tentang makalah ini. Selain itu, saya berharap dapat membantu teman-teman untuk memecahkan masalah yang sering terjadi dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi.
Demikianlah makalah ini saya buat dengan kemampuan yang saya miliki, untuk menyelesaikan makalah yang telah diberikan bapak dosen kepada saya. Harapan saya dengan tersusunnya makalah ini, pembaca dapat lebih memahami Penyelesaian Sengketa Ekonomi, serta sebagai bahan pemikiran dan pembelajaran lebih lanjut terhadap masalah-masalah yang sering terjadi di dalam suatu Aspek Hukum dalam Ekonomi.
Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini. Saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca apabila ada sesuatu yang kurang dalam makalah ini demi kesempurnaannya.




DAFTAR PUSTAKA


  1. http://fitrohsyawali.wordpress.com/2010/05/10/makalah-penyelesaian-sengketa-international/
  2.  http://ugnurul.wordpress.com/2011/03/18/penyelesaian-sengketa-ekonomi/